Jumat, 08 April 2016

Puisi III

TUHAN YANG MENGATUR
(MUHFATIAH MUHDAR)

Tangisan tak dapat kubendung
Ketika melihatmu berbalik meninggalkanku
Kini hanya tersisa ampas kenangan kita
Walau sakit aku harus rela

Ku disini sendiri
Hanya berteman dengan kespeian
Dalam kehampaan
Aku merintih lagi jikalau mengingatmu

Seberapapun ku mencoba melupakanmu tetap tidak akan bisa
Sebab ini takdir kita…..
Tuhan yang mengatur semuanya
Andai kita berjodoh
Pasti tuhan akan mempertemukan kita lagi

Karena tuhan yang sudah mengatur semuanya…..

Makalah Filsafat Umum, Pengertian, Manfaat dan Ruang Lingkup Filsafat Umum

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Berfikir merupakan hal yang selalu dilakukan oleh manusia, dan berpikir pula merupakan keistimewaan yang diberikan oleh Allah swt kepada kita manusia. Akal yang diberikan oleh-Nya merupakan suatu pembeda antara kita dengan makhluk lainnya.
Para ilmuan-ilmuan yang terkemuka memberikan definisi tentang ilmu Filsafat namun masing-masing definisi mereka berbeda akan tetapi tidak bertentangan, bahkan saling mengisi dan saling melengkapi dan terdapat kesamaan yang saling mempertalikan semua definisi itu. Hal tersebut baik untuk menambah wawasan kita karena dengan mengetahui pengertian dari para ilmuan-ilmuan sebalum kita, kita banyak belajar dari sana.
Filsafat merupakan suatu upaya berfikir yang jelas dan terang tentang seluruh kenyataan, filsafat dapat mendorong pikiran kita untuk meraih kebenaran yang dapar membawa manusia kepada pemahaman, dan pemahaman membawa manusia kepada tindakan yang lebih layak.
Untuk mengetahui dan membuka wawasan rekan-rekan  mahasiswa khususnya, kami penyusun makalah akan membahas sejarah singkat tentang filsafat umum, pengertian, manfaat mempelajari filsafat dan ruang lingkup filsafat.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah pada makalah ini sebagai berikut:
1.    Apa pengertian filsafat?
2.    Bagaiamana manfaat mempelajari filsafat?
3.    Bagaiamana ruang lingkup filsafat?
C.    Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan dari makalah ini sebagai berikut:
1.      Untuk  mengetahui pengertian dari filsafat.
2.      Untuk  mengetahui manfaat mempelajari filsafat.
3.      Untuk  mengetahui ruang lingkup filsafat.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Filsafat

Pengertian filsafat, dalam sejarah perkembangan pemikiran kefilsafatan, antara satu ahli filsafat dan ahli filsafat lainnya selalu berbeda, dan hampir sama banyaknya dengan ahli filsafat itu sendiri. Pengertian filsafat dapat ditinjau dari dua segi, yakni secara etimologi dan secara terminologi.
1.      Filsafat secara Etimologi
Kata filsafat, yang dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah falsafah dan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah philosophy adalah berasal dari bahasa Yunani philosophia. Kata philosophia terdiri atas kata philein yang berarti cinta (love) dan sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom), sehingga secara etimologi istilah filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang sedalam-dalamnya. Dengan demikian, seorang filsuf adalah pencinta atau pencari kebijaksanaan. Kata filsafat pertama kali digunakan oleh Pythagoras (582-496 SM). Arti filsafat pada saat itu belum begitu jelas, kemudian pengertian filsafat itu diperjelas seperti yang banyak dipakai sekarang ini dan juga digunakan oleh Socrates (470-399 M) dan para filsuf lainnya. [1]
2.      Filsafat secara Terminologi
Secara terminologi dalam arti yang dikandung oleh istilah filsafat. Dikarenakan batasan dari filsafat itu banyak maka sebagai gambaran perlu diperkenalkan beberapa batasan.
a.         Plato
Plato berpendapat bahwa filsafat adalah pengetahuan yang mencoba untuk mencapai pengetahuan tentang kebenaran yang asli.
b.         Aristoteles
Menurut Aristoteles, filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang didalamnya terkandung  ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika (filsafat keindahan).

c.         Al Farabi
Filsuf Arab ini mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu (pengetahuan) tentang hakikat bagaimana alam maujud yang sebenarnya.
d.        Hasbullah Bakry
Menurut Bakry, ilmu filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan juga manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.[2]
e.         Notonegoro
Notonegoro berpendapat bahwa filsafat itu menelaah hal-hal yang menjadi objeknya dari sudut intinya yang mutlak dan yang terdalam, yang tetap dan yang tidak berubah, yang disebut hakikat.
Adapun Ali Mudhofir dalam buku Surajiyo memberikan arti filsafat sangat beragam, yaitu sebagai berikut.
a.       Filsafat sebagai suatu sikap
Filsafat adalah suatu sikap terhadap kehidupan dan alam semesta. Sikap secara filsafat adalah sikap menyelidiki secara kritis, terbuka, toleran, dan selalu bersedia meninjau suatu problem dari semua sudut pandang.
b.      Filsafat sebagai suatu metode
Filsafat sebagai metode, artinya cara berpikir secara mendalam (reflektif), penyelidikan yang menggunakan alasan, berpikir secara hati-hati dan teliti. Filsafat berusaha untuk memikirkan seluruh pengalaman manusia secara mendalam dan jelas.
c.       Filsafat sebagai analisis logis tentang bahasa dan penjelasan makna istilah, kebanyakan filsuf memakai metode analisis untuk menjelaskan arti suatu istilah dan pemakaian bahasa. Beberapa filsuf mengatakan bahwa analisis tentang arti bahasa merupakan tugas pokok filsafat dan tugas analisis konsep sebagai satu-satunya fungsi filsafat. Para filsuf analitis seperti G. E. Moore, B. Russel, L. Wittgeenstein, G. Ryle, J. L. Austin, dan yang lainnya berpendapat bahwa tujuan filsafat adalah menyingkirkan berbagai kekaburan dengan cara menjelaskan arti istilah atau ungkapan yang dipakai dalam ilmu pengetahuan dan dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Mereka berpendirian bahwa bahasa merupakan laboratorium para filsuf, yaitu tempat menyemai dan mengembangkan ide-ide.
Filsafat adalah tidak lebih dari suatu usaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan terakhir, tidak secara dangkal atau dogmatis seperti yang kita lakukan pada kehidupan sehari-hari atau bahkan dalam kebiasaan ilmu pengetahuan. Akan tetapi secara kritis, dalam arti: setelah segala sesuatunya diselidiki problem-probelm apa yang dapat ditimbulkan oleh pertanyaan-pertanyaan yang demikian itu dan setelah kita menjadi sadar dari segala kekaburan dan kebingungan, yang mmenjadi dasar bagi pengertian kita sehari-hari.[3]
Barangkali karena rumitnya mendefinisikan filsafat dan ternyata hasilnya juga relatif sangat beragam, maka Muhammad Hatta tidak mau terlalu gegabah memberikan definisi filsafat. Menurut dia sebaiknya filsafat tidak diberikan defenisi terlebih dahulu, biarkan saja orang mempelajarinya secara serius, nanti dia akan faham dengan sendirinya. Pendapat Hatta ini mendapat dukungan dari Langeveld. Pendapat ini memang ada benarnya, sebab inti sari filsafat sesungguhnya terdapat pada pembahasannya. Akan tetapi – khususnya bagi pemula – sekedar untuk dijadikan patokan awal maka defenisi itu masih sangat diperlukan.
Pendapat ini benar adanya, sebab intisari berfilsafat itu terdapat dalam pembahasan bukan pada defenisi. Namun, defenisi filsafat untuk dijadikan patokan awal diperlukan untuk memberi arah dan cakupan objek yang dibahas, terutama yang terkait dengan filsafat ini. Karena itu, disini dikemukakan beberapa defenisi dari para filosof terkemuka yang cukup representatif, baik dari segi zaman maupun kualitas pemikiran.[4]
Sementara itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan filsafat sebagai :
a.    Pengetahuan dan penyelidikan dengan akal mengenai hakikat segala yang ada, sebab, dan hukumnya.
b.    Teori yang mendasari alam pemikiran atau suatu kegiatan
c.     Ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemology.
Secara umum filsafat berarti upaya manusia untuk memahami sesuatu secara sistimatis, radikal dan kritis. Filsafat disini bukanlah suatu produk, melainkan proses, proses yang nantinya akan menentukan sesuatu itu dapat diterima atau tidak. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa filsafat adalah suatu studi atau cara berfikir yang dilakukan secara reflektif atau mendalam untuk menyelidiki fenomena-fenomena yang terjadi dalam kehidupan dengan menggunakan alasan yang diperoleh dari pemikiran kritis yang penuh dengan kehati-hatian. Filsafat didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen, tetapi dengan menggunakan pemikiran yang mendalam untuk menggungkapkan masalah secara persis, mencari solusi dengan memberi argumen dan alasan yang tepat.
Pemahaman yang mendorong timbulnya filsafat  pada seseorang karena adanya sikap heran atau takjub yang melahirkan suatu pertanyaan. Pertanyaan itu memerlukan jawaban dan untuk mencari jawaban tersebut perlu adanya pemikiran-pemikiran yang mendalam untuk menemukan kebenarannya. Sehingga melahirkan keseriusan untuk melakukan penyelidikan secara sistimatis. Jadi dengan berfilsafat maka keinginan untuk mengetahui fenomena-fenomena dapat dimengerti dengan lebih mudah.
Filsafat merupakan usaha untuk memperoleh pandangan yang menyeluruh, filsafat yang mencoba menggabungkan kaasimpulan dari berbagai ilmu dan pengalaman manusia menjadi suatu pandangan dunia yang konsisten. Para filsuf berhasrat meninjau kehidupan tidak dengan sudut pandaang yang khusus sebagaimana di lakukan oleh seorang ilmuawan. Para filsuf memakai pandangan yang menyeluruh terhadap kehidupan sebagai suatu totalitas. Tujuan filsafat adalah mengambil alih hasil-hasil pengalaman manusia dalam bidang keagamaan, etika, dan ilmu pengatahuan, kemudian hasil-hasil tersebut di renungkan secara menyeluruh Dengan cara ini diharapkan dapat diperoleh beberapa kesimpulan umum tentang sifat-sifat dasar alam semesta, kedudukan manusia di dalamnya serta berbagai pandangan ke depan. 

B.       Manfaat Mempelajari Filsafat
Menurut Harold H. Titus, filsafat adalah suatu usaha untuk memahami alam semesta, maknanya dan nilainya. Oemar A. Hosein mengatakan: Ilmu memberi kepada kita pengetahuan, dan filsafat memberikan hikmah. Filsafat memberikan kepuasan kepada keinginan manusia akan pengetahuan yang tersusun dengan tertib, akan kebenaran. Radhakrishnan dalam bukunya, History of Philosophy menyebutkan: Tugas filsafat bukanlah sekedar mencerminkan semangat masa ketika kita hidupi, melainkan membimbingnya maju. Fungsi filsafat adalah kreatif, menerapkan nilai, menerapkan tujuan, menentukan arah dan menuntun pada jalan baru.
Berbeda dengan pendapat Soemadi Soejabrata, yaitu mempelajari filsafat adalah untuk mempertajam pikiran maka H. De Vos berpendapat bahwa filsafat tidak hanya cukup diketahui, tetapi harus dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan filsafat adalah mencari hakikat kebenaran sesuatu, baik dalam logika (kebenaran berpikir), etika (berperilaku), maupun Metafisika (hakikat keaslian).Manfaat mempelajari filsafat ada bermacam-macam. Namun sekurang-kurangnya ada empat macam faedah, yaitu :
1.    Agar terlatih berpikir serius
2.    Agar mampu memahami filsafat
3.    Agar mungkin menjadi filsafat
4.    Agar menjadi warga negara yang baik
Berfilsafat ialah berusaha menemukan kebenaran tentang segala sesuatu dengan menggunakan pemikiran secara serius. Kemampuan berpikir serius diperlukan oleh orang biasa, penting bagi orang-orang penting yang memegang posisi penting dalam membangun dunia. Plato menghendaki kepala negara seharusnya filosuf. Belajar filsafat merupakan salah satu bentuk latihan untuk memperoleh kemampuan memecahkan masalah secara serius, menemukan akar persoalan yang terdalam, menemukan sebab terakhir satu penampakkan.[5]
Dengan uraian di atas jelaslah bagi kita bahwa secara kongkrit manfaat mempelajari filsafat adalah :
1.      Filsafat menolong mendidik, membangun diri kita sendiri; dengan berpikir lebih mendalam, kita mengalami dan menyadari kerohanian kita. Rahasia hidup yang kita selidiki justru memaksa kita berpikir,untuk hidup dengan sesadar-sadarnya, dan memberikan isi kepada hidup kita sendiri.
2.      Filsafat memberikan kebiasaan dan kepandaian untuk melihat dan memecahkan persoalan-persoalan dalam hidup sehari-hari. Orang yang hidup secara dangkal saja,tidak mudah melihat persoalan-persoalan, apalagi melihat pemecahannya. Daalam filsafaat kita di latih melihat dulu apa yang menjadi persoalan dan ini merupakan syarat mutlak untuk memacahkaannya.
3.         Filsafat memberikan pandangan yang luas, membendung akuisme dan aku-sentrisme (dalam segala hal yang melihat dan mementingkan kepentingan dan kesenangan si aku ).
4.         Filsafat merupakan latihan untuk berpikir sendiri, hingga kita tak hanya ikut-ikutan saaja, membuntut pada pandangan umum, percaya akan setiap seboyan  dalam surat kaabar, tetapi secara kritis menyelidiki apa yang dikemukakan orang, mempunyai pendapat sendiri, berdiri sendiri, dengan cita-cita mencari kebenaran.
5.         Filsafat memberikan dasar,-dasar, baik untuk hidup kita sendiri (terutama dalam etika) maupun untuk ilmu-ilmu pengetahuan dan lainnya, seperti sosiologi, Ilmu jiwa, ilmu mendidik, dan sebagainya.
Studi filsafat harus membantu orang-orang untuk membangun keyakinan keagammaan atas dasar yang matang secara intelektual. Filsafat dapat mendukung kepercayaan keagamaan seseorang, asal saja kepercayaan tersebut tidak bergantung kepada konsepsi, yang pra ilmiah, yang usang, yang sempit dan yang dogmatis. Urusan (concerns) utama agama ialah harmoni, pengaturan, ikatan, pengabdian, perdamaian, kejujuran, pembebasan, dan Tuhan.
Tujuan filsafat adalah mencari hakikat dari suatu objek atau gejala secara mendalam, sedangkan pada ilmu pengetahuan empiris hanya membicarakan gejala-gejala. Membicarakan gejala untuk masuk kepada hakikat itulah yang menjadi fokus filsafat.Untuk sampai kepada hakikat harus melalui suatu metode yang khas dari filsafat. Jadi, dalam filsafat itu harus reflektif, radikal, dan integral. Reflektif di sini berarti manusia  menangkap objek secara intensional, dan sebagai hasil dari proses tersebut adalah keseluruhan nilai dan makna yang diungkapkan manusia dari objek yang di hadapinya.Filsafat juga bersifat integral yang berarti mempunyao kecenderungan untuk memperoleh pengetahuan yang utuh sebagai suatu keseluruhan. Jadi, Filsafat ingin memandang  objeknya secara utuh. Filsafat membahas lapisan terakhir dari segala sesuatu atau membahas yang paling mendasar.[6]

C.      Ruang Lingkup Filsafat
Secara umum, filsafat mempunyai objek yaitu segala sesuatu yang ada dan mungkin ada dan boleh juga diaplikasikan, yaitu tuhan, alam semesta, dan sebagainya. Objek adalah sesuatu yang merupakan bahan dari suatu penelitian atau pembentukan pengetahuan. Setiap ilmu pengetahuan pasti mempunyai objek, yang dibedakan menjadi dua, yaitu objek material dan objek formal. Apabila diperhatikan secara seksama objek filsafat tersebut dapat dikatagorikan kepada dua:
1.      Objek Material Filsafat
Objek material adalah suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu. Objek material juga adalah hal yang diselidiki, dipandang, atau disorot oleh suatu disiplin ilmu. Objek material mencakup apa saja, baik hal-hal konkret ataupun hal yang abstrak.
Objek material dari filsafat ada beberapa istilah dari para cendekiawan, namun semua itu sebenarnya tidak ada yang bertentangan.
a.       Mohammad Noor Syam berpendapat, ‘Para ahli menerangkan bahwa objek filsafat itu dibedakan atas objek material atau objek materil filsafat; segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada, baik materil konkretm psikis maupun nonmateril abstrak, psikis. Termasuk pula pengertian abstrak-logis, konsepsional, spiritual, dan nilai-nilai. Dengan demikian, objek filsafat tidak terbatas’.[7]
b.      Poedjawijatna berpendapat, ‘jadi, objek material filsafat ialah ada dan yang mungkin ada. Dapatkah dikatakan bahwa filsafat itu keseluruhan dari segala ilmu yang menyelidiki segala sesuatunya juga?’ Dapat dikatakan bahwa objek filsafat yang kami maksud adalah objek materialnya – sama dengan objek material dari ilmu seluruhnya. Akan tetapi, filsafat tetap filsafat dan bukan merupakan kumpulan atau keseluruhan ilmu’. [8]
c.       Oemar Amir Hoesin berpendapat, masalah lapangan penyelidikan filsafat adalah ‘karena manusia mempunyai kecenderungan hendak berpikir tentang segala sesuatu dalam alam semesta, terhadap segala yang ada dan yang mungkin ada. Objek sebagaimana tersebut adalah menjadi objek materi filsafat’.
d.      Louis O. Kattsoff berpendapat, ‘lapangan kerja filsafat itu bukan main luasnya, meliputi segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu apa saja yang ingin diketahui manusia’.
e.       H.A. Dardiri berpendapat, objek material filsafat adalah segala sesuatu yang ada, baik yang ada dalam pikiran, ada dalam kenyataan maupun ada dalam kemungkinan. Kemudian, apakah gerangan segala sesuatu yang ada itu?
Segala sesuatu yang ada dapat dibagi dua, yaitu
1)      Ada yang bersifat umum, dan
2)      Ada yang bersifat khusus.
Ilmu yang menyelidiki tentang hal ada pada umumnya disebut ontologi. Adapun ada yang bersifat khusus dibagi dua, yaitu ada yang mutlak, dan ada yang tidak mutlak. Ilmu yang menyelidiki tentang ada yang bersifat mutlak disebut theodicea. Ada yang tidak mutlak dibagi lagi menjadi dua, yaitu alam dan manusia. Ilmu yang menyelidiki alam disebut kosmologi dan ilmu yang menyelidiki manusia disebut metafisik.
f.       Abbas Hammami M. berpendapat, sehingga dalam filsafat objek materil itu adalah ada yang mengatakan, alam semesta, semua keberadaan, masalah hidup, masalah manusia, masalah Tuhan, dan lainnya. Karena untuk menjadikan satu pendapat tentang tumpuan yang berbeda akhirnya dikatakan bahwa segala sesuatu ada lah yang merupakan objek materil
Setelah meneropong berbagai pendapat dari para ahli di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa objek material dari filsafat sangat luas mencakup segala sesuatu yang ada.
Adapun permasalahn dalam kefisafatan mengandung ciri-ciri seperti yang dikemukakan Ali Mudhofir, yaitu sebagai berikut.
a.       Bersifat sangat umum. Artinya, persoalan kefilsafatan tidak bersangkutan dengan objek-objek khusu. Sebagian besar masalah kefilsafatan berkaitan ide-ide dasar. Misalnya, filsafat tidak menanyakan “berapa harta yang Anda sedekahkan dalam satu bulan?” Akan tetapi, filsafat menyakan “apa keadilan itu?”
b.      Tidak menyangkut fakta disebabkan persoalan filsafat lebih bersifat spekulatif. Persoalan yang dihadapi dapat melampaui pengetahuan ilmiah.
c.       Bersangkutan dengan nilai-nilai (values), artinya persoalan kefilsafatan bertalian dengan nilai, baik nilai moral, estetis, agama, dan sosial. Nilai dalam pengertian ini adalah suatu kualitas abstrak yang ada pada sesuatu hal.
d.      Bersifat kritis, artinya filsafat merupakan analisis secara kritis terhadap konsep dan arti yang biasanya diterima dengan begitu saja oleh suatu ilmu tanpa pemeriksaan secara kritis.
e.       Bersifat sinoptik, artinya persoalan filsafat mencakup struktur kenyataan secara keseluruhan. Filsafat merupakan ilmu yang membuat susunan kenyataan sebagai keseluruh.
f.       Bersifat implikatif, artinya kalau sesuatu persoalan kefilsafatan sudah dijawab, dari jawaban tersebut akan memunculkan persoalan baru yang saling berhubungan. Jawaban yang dikemukakan mengandung akibat lebih jauh yang menyentuh berbagai kepentingan manusia.

2.      Objek Formal Filsafat
Objek formal merubah objek khusus filsafat yang sedalam-dalamnya. Objek formal adalah sudut pandang dari mana sang subjek menelaah objek materialnya. Suatu obyek material dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang sehingga menghasilkan ilmu yang berbeda-beda. Objek formal ini dapat dipahami melalui dua kegiatan:
a.       Aktivitas berfikir murni (reflective thinking) artinya kegiatan akal manusia dengan usaha untuk mengerti dengan usaha untuk mengerti secara mendalam segala sesuatunya sampai ke akar-akarnya.
b.    Produk kegiatan berfikir murni, artinya hasil dari pemikiran atau penyelidikan dalam wujud ilmu atau ideologi.
Mengenai objek formal ini ada juga yang mengindentikan dengan metafisika, yaitu hal-hal diluar jangkauan panca indra, seperti persoalan esensi dan substansi alam, yaitu sebab utama terjadinya alam. Metafisika berasal dari bahasa yunani, yaitu metha artinya di belakang, sedangkan fisika artinya fisik atau nyata. Untuk itu dapat dipahami pengertian methafisika adalah pemikiran yang jauh dan mendalam dibalik apa yang bisa dijangkau oleh panca indra seperti Tuhan, asal alam, hakikat manusia, dan sebagainya.
Bagi plato (+ 427-347 SM) filsafat adalah penyelidikan tentang sebab-sebab dan asas-asas yang paling akhir dari segala sesuatu yang ada. Sementara bagi Aritoteles (+ 384-322 SM) filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berupaya mempelajari “peri ada selaku ada” (being as being) atau “peri ada sebagaimana adanya” (being as such). Dari dua pernyataan tersebut, dapatlah diketahui bahwa “ada” merupakan objek materi dari filsafat. Karena fisafat berusaha memberikan penjelasan tentang dunia seluruhnya, termasuk dirinya sendirinya, maka “ada” disini meliputi segala sesuatu yang ada dan, bahkan, yang mungkin ada atau seluruh ada. Jadi, secara singkat dapat dikatakan, jika filsafat itu bersifat holistik atau keseluruhan, sementara ilmu pengetahuan lainnya bersifat Fragmental atau bagian-bagian.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kesimpulan pada makalah ini sebagai berikut:
1.    Kata filsafat, yang dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah falsafah dan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah philosophy adalah berasal dari bahasa Yunani philosophia. Kata philosophia terdiri atas kata philein yang berarti cinta (love) dan sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom), sehingga secara etimologi istilah filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang sedalam-dalamnya. Filsafat merupakan usaha untuk memperoleh pandangan yang menyeluruh, filsafat yang mencoba menggabungkan kaasimpulan dari berbagai ilmu dan pengalaman manusia menjadi suatu pandangan dunia yang konsisten.
2.    Manfaat adanya Filsafat adalah untuk membantu seseorang untuk terlatih berpikir serius dan  mampu menjadi warga negara yang baik.
3.    Ruang lingkup filsafat yaitu filsafat mempunyai objek yaitu segala sesuatu yang ada dan mungkin ada dan boleh juga diaplikasikan, yaitu tuhan, alam semesta, dan sebagainya. Objek adalah sesuatu yang merupakan bahan dari suatu penelitian atau pembentukan pengetahuan. Setiap ilmu pengetahuan pasti mempunyai objek, yang dibedakan menjadi dua, yaitu objek material dan objek formal.
B.    Saran
            Saran pada makalah ini adalah penulis mengharapkan masukan dari Dosen dan  teman-teman mahasiswa serta para pembaca agar makalah ini dapat berguna untuk  kedepannya karena penulis sadar makalah sangat jauh dari sebuah kata kesempurnaan.







DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu .Cet. II; Jakarta: Pt. Rajawali Pers, 2005.
Bambang  dan  Hambali. Filsafat Untuk Umum. Cet. I; Jakarta: Kencana, 2003.
Hamami, Abba.  Filsafat (Suatu Pengantar Logika Formal-Filsafat Pengetahuan). Cet. I;  Yogyakarta: Yayasan Pembinaan Fakultas Filsafat UGM, 1976.
Lasiyo dan Yuwono. Pengantar Ilmu Filsafat .Cet. I; Yogyakarta: Liberty, 1985.
Poedjawijatna.  Pembimbing Ke Arah Alam Filsafat. Cet. V; Jakarta: Pembangunan, 1980.
Surajiyo. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar.  Cet. I ; Jakarta: Bumi Aksara, 2005.
Syadali, Ahmad Dan Mudzakir. Filsafat Umum. Cet II ; Bandung: Pustaka Setia, 2004.
Syam Mohammad.  Pengantar Tinjauan Pancasila dari Segi Filsafat.  Cet. I; Labotarium Pancasila IKIP Malang, 1981.



[1] Lasiyo dan Yuwono, Pengantar Ilmu Filsafat  (Cet. I; Yogyakarta: Liberty, 1985), h. 1.
[2] Abbas Hamami M, Filsafat (Suatu Pengantar Logika Formal-Filsafat Pengetahuan)  (Cet. I; Yogyakarta: Yayasan Pembinaan Fakultas Filsafat UGM, 1976), h. 2.
[3] Bambang Q-Anees dan Radea Juli A. Hambali, Filsafat Untuk Umum (Cet. I; Jakarta: Kencana, 2003),  h. 1.
[4] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu  (Cet. II; Jakarta: Pt. Rajawali Pers, 2005), h. 6.
[5] Ahmad Syadali Dan Mudzakir, Filsafat Umum  (Cet II ; Bandung: Pustaka Setia,2004), h. 28.
[6] Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar  (Cet. I ; Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h. 4.
[7] Mohammad Noor Syam, Pengantar Tinjauan Pancasila dari Segi Filsafat  (Cet. I; Labotarium Pancasila IKIP Malang, 1981), h. 12.
[8] Poedjawijatna, Pembimbing Ke Arah Alam Filsafat  (Cet. V; Jakarta: Pembangunan, 1980), h. 8.